Pakaian
Intlektual Kampus Religius
Oleh
: Edi Saputra, M.Pd
Dosen PKn Universitas Negeri Padang
Pakaian atau busana
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan, pakaian
merupakan salah satu persoalan pokok yang menyangkut peradaban manusia yakni, kebutuhan akan
sandang disamping kebutuhan pokok lainnya seperti pangan dan papan. Selaian itu
pakaian juga merupakan ciri khusus kehidupan manusia dibandingkan dengan mahkluk
hidup lainnya. Cara berpakaian tersebut termasuk kebudayaan yang menentukan
nilai kepribadian seseorang dalam keluarga, masyarakat, lembaga bahkan suatu
negara.
Identitas seseorang dan
pola berfikirnya serta statusnya akan dapat diketehui dari pakaiannya. Seorang
anak akan berbeda pakaiannya dengan orang tuanya karena memang pola pikirnya
juga berbeda. Selain itu pakaian seseorang bahkan dapat mempengaruhi tingkah
laku dan emosinya. Orang tua yang memakai pakaian anak muda dapat mengalir di
dalam dirinya jiwa anak muda. Begitu juga halnya dengan seorang guru atau
dosen, tentu ia akan menyesuaikan pakaiannya dengan profesi yang melekat pada
dirinya. Dapat dikatakan bahwa bila seorang memakai pakaian yang baik dan sopan
maka ia akan berusaha berlaku sopan dan baik, demikianlah seterusnya.
Sebuah lembaga atau
kelompok bahkan sebuah negara menentukan, memaksakan dan melarang ‘apa, bagaimana, bentuk, warna, bahkan
aksesoris atau atribut yang harus ada pada pakaian mereka’. Sejarah
mencatat bagaimana negara Turki dibawah pimpinan diktator Kemal Attarurk
melarang pemakaian Tarbusy. Karena ia
menilai bahwa Tarbusy tersebut adalah bagian dari tradisi dan pemikiran kolot
yang menghambat kemajuan pemikiran dan kebudayaan bangsa Turki. Untuk itu harus
diganti dengan topi ala barat yang berpikiran lebih maju dan modren.
Dalam tulisan ini yang
terpenting dibahas adalah bagaimana pakaian tersebut nantinya menunjukkan
identitas seseorang dalam sebuah lembaga. Pakaian tersebut nantinya tidak saja
tampak pada tataran nilai-nilai etika, estetika tetapi juga pada pola pikir,
tingkah laku dan ketrampilan yang akan dibentuk, diinginkan dan dihasilkan oleh
lembaga tersebut. Semisal Universitas Negeri Padang yang bermottokan “Kampus
Intelektual Relegius”, tentunya sudah memiliki sebuah pemikiran tentang
bagaimana semua unsur civitas akademikanya berpakaian sesuai dengan motto yang
didengungkan.
Pemikiran ini kalaulah
tidak boleh sampai pada adanya aturan-aturan keharusan berpakain tertentu ‘apa, bagaimana, bentuk, warna, aksesoris
dan atribut yang harus ada pada
pakaian’, apa lagi semacam adanya seragam khusus bagi UNP. Tetapi
yang dimaksud pada tulisan ini semacam kesadaran bahwa suatu kekeliruan jika
mengingkari pentingnya pakaian, tetapi lebih keliru lagi yang tidak selektif
dalam pemilihan pakaian yang tidak sesuai dengan motto UNP “Kampus Intelektual Religius”, serta kondisi ekonomi civitas
akademika khususnya mahasiswa. Sangat keliru lagi bagi mereka yang mengabaikan
petujuk-petunjuk dan tuntunan yang ada pada adat istiadat, kebudayaan
Minangkabau dimana UNP berada dalam masyarakat yang berfalsafahkan “adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah, syara’mangato adat mamakai, Alam takambang jadi guru”.Salah
apabila perasaan seseorang disinggung karena memilih pakaian yang dianggapnya
baik. Tetapi lebih salah satu lagi jika mencerca bahkan melarangnya memakai
suatu pakaian yang oleh agamanya baik.
Untuk itu dalam tulisan
ini penulis mencoba memaparkan bagaimana pakaian intletual kampus religius.
Dimana, UNP sebagai lembaga yang tidak saja berisikan para intlektual tetapi malah justru memproduksi
para pendidik intlektual tersebut. Dan tak kalah pentingnya lagi adalah para
pendidik intlektual yang dihasilkan UNP tersebut merupakan para intlektual
religius. Ini bukan berarti pakaian intlektual religius yang berdasarkan agama
tertentu tetapi, alangkah baiknya keintlektualnya tersebut merupakan cerminan
dari agama yang diyakini, dianut dan diamalkanya. Semisalnya agama Islam,
penganutnya (intlektual UNP) harus menutup aurat.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa UNP identik dengan lembaga yang menghasilkan para guru, pendidik bangsa
disamping menghasilkan para ilmuwan diberbagai disiplin ilmu. Tentunya dalam
hal berpakaian memperhatikan hal ini yakni, perpakaian pantas sebagai seorang
guru. Khususnya bagi mahasiswa, tentu orang tidak ingin melihat calon guru,
pendidik, intlektual yang religius berpakaian ala aktor, artis, bintang film
yang sedang show. Berpakaian seenaknya saja, celana yang ketat, baju yang
sempit atau kedodoran. Pakaian dengan gambar-gambar yang tidak karuan, bahkan jorok.
Ditambah dengan penampilan rambut yang tidak terurus, berwarna-warni, pakai
anting, bagi wanita antingnya lebih dari 4, tidak saja di telinga tetapi juga
di hidung atau di mulut, ditambah lagi dengan berbagai macam gambar tato di
tubuhnya.
Sebagai intlektual
religius, khususnya yang beragama Islam dalam tulisan ini akan dipaparkan
bagaimana berpakaian menurut al Quran. Al Quran telah berbicara tentang masalah
tersebut khususnya bagi kaum perempuan (muslimah) intlektual, walaupun
pembicaraannya tidak mengenai mode atau bentuknya. Yang dibicarakan dalam Al
Quran adalah fungsi dan tujuan berpakaian. Paling tidak, ada tiga fungsi
pakaian yang disinggung oleh Al Quran. Pertama, memelihara pemakainya dari sengatan panas dan dingin serta segala
sesuatu yang dapat mengganggu jasmani.
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia
ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan
dia jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari panas dan Pakaian (baju besi)
yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)”(QS:
AL Nahl : 81).
Kedua, menunjukan
identitas, sehingga pemakainya dapat dipelihara dari gangguan usilan. “Hai
nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.(QS : Al Ahzab : 59).
Pakain jilbab yang
dimaksud ayat ini khusus bagi muslimah yakni sejenis selendang yang lebar dan
lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Bukan sekedar kerudung yang
dikenakan di kepala kemudian dililitan asalan-asalan saja di leher sebagaimana
yang dipahami dan dipakai oleh kaum muslimah saat ini. Bukan jilbab yang
dikombinasikan dengan model dan gaya penampilan yang seksi, berbaju ketat,
celana ketat, memperlihatkan pusar, ditambah dengan semerbak parfum yang
menyengat, berlipstik tebal dengan beraneka ragam makeup yang tak lumrah
bagi muslimah intlektual.
Ketiga, menutupi yang
tidak wajar kelihatan (aurat) serta menambah keindahan pemakainya. “Hai anak
Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu
dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa. Itulah yang paling baik.
yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS: Al ‘Araaf : 26).
Dari ayat ini nampak
bahwa salah satu fungsi pakaian bagi seorang muslimah intlektual adalah untuk
menutup aurat bakan sekedar mode dan keindahan semata. Aurat yang dimaksud
tidak hanya sekedar tertutupi tetapi, lebih jauh dari itu tidak memperlihatkan
bentuk dan lekuk tubuh. Bagaimana mungkin bisa dikatakan menutup aurat jika
orang yang melihatnya tahu bagaimana kondisiukuran, bahkan warna pakaian dalam
yang dikenakannya.
Ketiga fungsi pakaian
diatas hendaknya dapat menyatu pada busana yang dikenakan, apalagi seorang
intlektual religius. Yang terpenting itu adalah fungsi kedua dan fungsi ketiga.
Jangan dalam keadaan beraktivitas mencari ilmu untuk menjadi seorang intlektual
religius, malah terjebak oleh ide dan propaganda orang-orang kafir atau sekuler
yang ingin menghancurkan peradaban umat islam secara perlahan untuk kemudian
menggantinya dengan peradaban mereka. Tanpa disadari sebenarnya para intlektual
sudah terkecoh, mereka beranggapan sudah berpakaian sesuai dengan tuntunan
agama, tetapi malah sebaliknya berpakaian menurut gaya barat yang identik
dengan fashion yang hanya menuruti hawa nafsu yang bertopengkan
keindahan. Wallahu ‘Alam.